Minggu, 24 November 2013

Mari Menulis Di Blog Walau Hanya Omong Kosong 3: Kau Akan MATI

Ada masa ketika menulis menjadi sangat sulit, ya bisa jadi karena terlalu sibuk dengan urusan lain yang mendesak apalagi jika urusan menulis dianggap hanya sebagai sesuatu yang tak menghasilkan apa-apa dibanding hal lain. Itu yang belakangan saya rasakan dan itu juga yang membuat blogg ini tidak memiliki tulisan baru hampir sebulanan.

Ya saya tau, siapa yang peduli memangnya dengan tulisan saya. Tapi saya peduli dan ingat beberapa orang yang cukup mendukung dan membaca tulisan di blogg ini. Maka sekali lagi saya menulis, dan sekali lagi hanya omong kosong. Tapi ingatlah suatu hari saya dan anda atau semua orang akan mati. Setidaknya ketika saya mati saya pernah menulis sesuatu yang mungkin akan membuat teman dan keluarga tidak merasa kehilangan saya.

Semua tulisan di blogg ini adalah bukti saya pernah hidup

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”


Pramoedya Ananta Toer

Selasa, 22 Oktober 2013

Motivator dan Montirmotor



Kemaren sempat liat blog teman tantang cerita curhatannya mengenai pengalaman yang membuat dia tidak percaya lagi kapada omongan motivator(Link:http://nafaddot.wordpress.com/2013/10/20/super-mario-golden-ways/). Absurd, tapi yang membuat masalah adalah saya juga ditulis dicerita itu. Hehehe.

Sekarang saya bukan bermaksud untuk membalas tulisannya, hanya ingin menulis saja mengenai fenomena motivator yang ada di Indonesia. Karena sejujurnya saya berada dilingkungan dimana hampir semua orang suka dan bahkan bercita-cita jadi motivator, yaitu di tempat kuliahan saya yang hampir tiap hari jika anda mau datang selalu ada saja seminar motivator bersama motivator-motivator yang tidak terkenal sama sekali.
Pengertian motivator menurut kesotoyan saya adalah seorang yang berkerja dalam bidang public speaking yang menjadi spesialis memotivasi orang-orang banyak dalam permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan ini. Kebanyakan masalah adalah ingin jadi kaya, bisa jadi terkenal, ingin sukses dalam berbagai hal, masalah cinta, bisa kesana sini, punya benda-benda ini, dan hal-hal lainnya.

Tidak ada yang salah tentang motivator menurut saya. Saya sendiri mengenal motivator atau acara motivasi di tv bisa dibilang sebelum banyak orang(terutama seusia saya) tau. Sekitar 2007/2008 mario teguh sebenarnya sudah punya acara di O Channel, saya lupa judulnya apa yang jelas penontonnya belum searamai acara beliau sekarang yang berjudul golden ways.

Sejujurnya saat itu saya suka dengan acara ini, saya suka motivator yang menurut saya sebuah hal yang segar disaat waktu itu televise digempur acara acara ustadz yang tidak terhitung jumlahnya.

Well, mulai awal 2010 saat Mario tegor telah punya acara di channel tv yang lebih besar, dan banyak teman yang mulai nonton. Saya tidak tau bahwasannya hal ini akan menjadi suatu fenomena besar, hingga akhirnya setelah lulus SMK dan lalu mendaftar masuk disalah satu Universitas Negeri di Ciputat jadilah saya tau sebesar apa efeknya.

Sebelum tes masuk universitas ini saya mengikuti bimbingan belajar, disana saya menghadiri acara motivator dimana nongol seorang yang tidak saya kenal sama sekali yang namanya disebutkan dengan gelarnya yang amat panjang dan dibangga-banggakan pembawa acara. Menggelikan bagi saya melihat orang ini, berpura-pura menjadi Mario teguh yang menceritakan pengalaman hidupnya yang menurutnya sekarang telah sukses dengan berbagai hal dan benda yang dia miliki(termasuk motor lupa jenisnya saya yang kebanyakan anak gahol inginkan). Well saya yang nerd memang tidak tertarik pada benda-benda macam itu, maka melihat orang-orang disekitar sangat antusias saya biasa saja.

Tapi bukan itu yang membuat saya geli sebenarnya, yang membuat saya geli adalah bahwa orang ini secara tidak langsung membuat sebuah tutorial bagaimana cara sukses dimana kita harus mengikuti cara itu. Cara itu yang saya bicarakan adalah perjalanan hidupnya, apa yang dicapainya. Inilah sukses dan begitulah caranya.
Ketika saya telah diterima universitas ini, diwaktu ospek saya juga menemukan motivator lainnya. Hampir sama metodenya, dia bercerita tentang dirinya dan apa yang dia capai(termasuk jalan-jalan ke singapura). Ah sudahlah, orang ini mulai membuat tutorial cara sukses dan apa itu sukses menurutnya yang sama saja dengan orang yang saya temukan saat bimbinngan belajar.

Begitulah seterusnya.. kenapa sih kita selalu membahas sukses yang itu-itu saja? Yang menurut saya hanya nafsu kita semata. Tidak masalah sih sejujurnya, asal jangan buat hal itu jadi tutorial untuk orang banyak. Jangan anggap sesuatu yang anda anggap baik dan berhasil bisa jadi baik dan berhasil untuk yang lainnya.
Kata Christoper McCandless “Kebahagian hanya bisa nyata ketika berbagi”. Well, saya tidak bermaksud menyuruh anda mengikuti quotes saya dan McCandless, tapi sadar atau tidak mencari kebahagian itu lebih mudah dibanding mencari sukses seperti kata motivator itu.

Saya tidak menunngu saya menjadi orang kaya untuk membahagiakan orang tua saya.. Saya melakukannya saat ini dengan ber-Kuliah yang mana orang tua saya sangat berharap saya melakukanya. Sederhana sekali mengikuti niat baik yang mereka inginkan, tapi saya tau bapa dan ibu saya bahagia atas hal ini dan saya berusaha untuk sebaik mungkin menjalaninya. Apa yang terjadi esok maka terjadilah, saya hanya berusaha menghadapi hari ini dengan sepenih hati.

Saya yakin bahwa setiap manusia adalah motivator bagi dirinya sendiri, maka buatlah jalanmu sendiri dalam hidupmu, carilah suksesmu sendiri, terlebih menemukan kebahagianmu sendiri, dan semua itu hendaknya sesuai hukum negara dan tuntunan Tuhan serta tidak merugikan orang

Saya Dan Tuhan 2: Agama Itu



Alhamdulillah masih memiliki kesempatan untuk menulis. Ngomong-ngomong yang belum kenal, nama saya adalah Emil Dwi Febrian dan tulisan ini adalah tulisan lanjutan dari judul yang sama di blog ini(agar tidak ambigu kunjungi:http://emildft.blogspot.com/2013/10/saya-dan-tuhan-masa-baru-mengenal.html). Saya mengucapkan terimakasih bagi yang telah membaca atau yang hanya mengunjungi tulisan sebelumnya. Sepertinya tulisan ini bakal menjadi tulisan serius saya, dan akan di tulis secara bersambung-sambung(berkenaan bahwa menulis itu hanya bisa dilakukan di saat ingin saja). Ok, cerita dimulai.

Setelah tidak mau masuk TK saat berusia 4 tahun, saya tidak melakukan apapun. Sepertinya hal itu membuat orang tua saya kawatir, maka saya mulai dimasukan kedalam pengajian-pengajian khusus anak-anak saat berumur 5 tahun. Setelah dirasa pendidikan agama dirumah saja tidak akan membuat saya kemana-mana. Walaupun saya sama sekali tidak mau melakukannya mereka tidak mau menghiraukannya. Saya mengerti, semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Setelah gagal di TK mana mungkin mereka menginginkan saya gagal di satuan pendidikan lainnya(dalam kasus ini adalah pengajian).

Pengajian pertama saya adalah TPA(Taman Pendidikan Al-Qur’an) disalah satu tempat dikampung saya, yang hanya beda RT dari rumah saya. Disana saya diajarkan membaca IQRO, dan menurut saya masa-masa inilah dimana kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah religious paling menumpuk. Bagaimana tidak, dirumah orang tua malah membelikan saya VCD Sulis dan Hadad Alwi. Bisa dibilang musik adalah salah satu pengaruh besar dalam hidup saya, dan musik yang saya dengar pertama kali selain musik anak-anak Indonesia(seperti balonku) adalah musik religi.

Saat itu bisa di bilang ngaji saya tidak terlalu lancar dibandingkan anak lain yang cukup cepat yang tiba-tiba melesat ke IQRO 4-5-6 ketika saya masih saja di IQRO 1-2. Saya mengaji saat pukul 3 sore yang bagi saya adalah waktu yang tepat buat nonton tv, apalagi beberapa tv swasta menayangkan program anak-anak.
Ketika masuk SD saya mulai kelelahan, pagi harus sekolah dan sore harus ngaji. Maka dari itulah saya mulai pindah-pindah pengajian. Dalam masa-masa SD(6-12 tahun) itulah saya juga mulai mengenal agama lain, dan entah kenapa saya merasa bahwa islam agama yang saya anut adalah agama yang paling sulit. Bapak dan ibu mulai memukul dan membentak saya ketika malas sholat yang sehari 5 waktu itu, ngaji yang menghabisi waktu bermain saya setelah pulang sekolah yang lalu malah ada lagi saat selesai sholat mahgrib, apalan bahasa arab yang saya tidak mengerti sama sekali yang numpuk. Saya mengerti satu hal kenapa saya jenuh atas segala hal itu kala itu. Well, baik orang tua dan guru ngaji tidak pernah memberikan alasan spesifik kenapa saya harus beragama ini dan kenapa yang lainnya harus beragama itu(keturunan). Yang ada hanya konsep surga dan neraka yang membuat anak-anak takut tapi tak pernah mepertanyakan iman apalagi ke-Tuhanan. Saya bisa bilang pada masa ini malah ketertarikan saya pada ke-Tuhanan mengikis di bandingkan masa sebelumnya dikarenakan kegiatan keagamaan yang melelahkan bagi saya.

Saya tidak bermaksud bilang bahwa agama itu menyusahkan, tapi sebagai anak-anak jujur itulah yang saya rasakan waktu itu. Saya tak pernah menyesal saya pernah berpikir seperti itu saat anak-anak, juga tak pernah menyalahkan orang tua dan para guru ngaji yang telah memaksa saya melakukan semua kegiatan itu karena hal itulah yang membuat saya tau dasar-dasar kegiatan keagamaan, dan saya berterimakasih pada mereka. Saya pikir saya bukan satu-satunya, maka dari itu tulisan ini bisa jadi adalah sebuah cerita yang bila dibaca oleh anda yang sudah punya anak bagaimana memberikan kegiatan agama pada anak, bahwasannya si anak ingin tau kenapa dia harus beragama sama dengan orang tuanya dan harus melakukan kegiatan-kegiatan agama, itu dimulai lewat satu alasan yang membuat anak nyaman yaitu bahwa Tuhan menyayanginya, ya bukan sekedar jika kamu tak melakukan ini kamu masuk neraka dan jika  melakukan itu kamu masuk surga.
Bersambung…

Selasa, 15 Oktober 2013

Sebelum K-Pop Membabibuta



Ah K-Pop, budaya popular hari ini. Siapa sih jaman sekarang yang gak kenal K-Pop? Sebagai laki-laki saya juga lumayan demen K-Pop, dalam beberapa hal saja tentunya(terutama fakta bahwa kaki-kaki idol perempuan korea jenjang-jenjang). Demam K-Pop di Indonesia menjadi  membabibuta(baca: sudah tak tertolong) saya perkirakan sekitar tahun 2011. Sebelum itu saya pikir cuma beberapa kalangan saja yang benar-benar tergila-gila dengan hal ini(baca:masih ekslusif).

Tv swasta utamanya Indosiar bisa di bilang berperan besar dalam perkembangan K-Pop. Dengan maraknya fans karbitan yang malah menjadi lebih fanatis, saya kurang tau bagaimana perasaan fans-fans yang sudah suka K-Pop sebelum K-Pop membabibuta menanggapinya. Well, karena memang saya tak pernah menjadi penikmat K-Pop yang membabibuta juga. Tapi saya mau share tentang bagaimana saya sudah menjadi penikmat korea-koreaan sebelum era K-Pop membabibuta(Baca: Tak ada hubungannya dengan Boy Band).
Race Queens Korea, belum banyak yang tau juga mungkin dengan isltilah ini. Race Queens adalah penyebutan kebanyakan orang asia timur terhadap wanita yang berprofesi sebagai Umberella Girls atau SPG-SPG pameran-pameran otomotif. Ya kurang lebih begitu. Di asia sendiri Race Queens yang bisa di bilang paling cantik ya dari Korea(Terlepas bahwa issue mengenai maraknya OPLAS disana).

Soal Race Queens yang membuat saya tergila-gila, ada satu memang yang paling luar biasa dan yang paling awal saya tau namanya adalah Hwang Mi Hee. Masih inget ketika pertama kali kenal wanita ini, ketika sedang suka-sukanya mengoleksi photo-photo Vj Pranda dari internet, ketemulah dengan tidak sengaja Profile Hwang Mi Hee. Kelas 1 SMK sekitar akhir 2009.

Tidak lama saya mulai mengoleksi photo-photonya di Hp dan Flashdisk, yang secara cepat mulai menjadi issue hangat di kelas. Mereka bertanya setelah meminjam Hp saya “Mil ini siapa?”, sangat antusisas terutama teman sekelas yang sudah aktif di warnet bernama Januar(yang lalu malah mengoleksi photo-photo Hwang lebih membabibuta dari saya). Yah Hwang memang sangat cantik, entah ada apa dan mengapa secantik itu. Satu yang paling penting, dia tidak berpakaian binal seperti AV dari jepang. Sekarang usianya sudah 30 tahunan(masih saja cantik), dan saya berteman lewat Facebook dengannya(Just Another Who Care). 

Berikut beberapa photo-photonya



Gimana cantikkan?
 

Mari Menulis Di Blog Walau Hanya Omong Kosong 2: KOPI PASTEL



Sebenernya kalo dipikir bikin blog cuma buat tugas kuliah itu apa untungnya ya? Apalagi kalo bikin blog yang isinya tulisan copy paste dari blog orang lain. Bau banget kata saya mah. Lucunya momen pas saya pengen bikin blog adalah berbarengan ketika beberapa hari kemudian salah satu dosen di kuliahhan juga malah bikin tugas bikin blog. Jadilah saya bikin blog sesegera mungkin(who care)..

Suruhnya sih jadi blog yang begini begitu, yang gak biasa katanya, biar nanti bisa dilombain ama kelas lain. Disitu sih saya mulai berpikir aneh. Blog bagi saya adalah diary online, maksud saya apakah anda mau diary anda di bandingkan dengan diary orang lain. Ohhh si Z isi diarynya Cuma cinta-cintaan, si R isi diarynya kata-kata motivasi semua, loh tapi kok semuanya sama kaya kata-kata Mario teguh????? Standar bangetttt.

Ya apapun itu.. Kenapa kita gak buat tulisan yang murni tulisan kita di blog? BTW gak ada yang peduli, kenapa harus copy paste? Kenapa harus berekspektasi luar biasa? Kenapa harus di bandingkan(emang anggur merah)? Walaupun Biasa nan Standard kalo karya sendiri yang isinya cuma omong kosong ya lebih baik dari pada luar biasa tapi kopi pastel..


Saya Dan Tuhan: Masa Baru Mengenal



Dari judul sudah terdengar mengerikan memang. Pengen curhat saja mengenai hubungan saya dengan Beliau yang maha esa, hehehe. BTW tulisan atau curhatan ini bukan untuk membuat anda terinspirasi seperti semacam Auto-Biografi orang-orang terkenal. Siapalah saya hanya orang biasa. Jadi jangan pakai ini sebagai rujukan ya. Hehehe terimakasih

Sudah beberapa hari ini gundah gulana ingin menulis sesuatu yang saya alami, spiritualitas. Ah banyak hal yang terjadi hingga membuat prolog yang saya buat terlihat berlarut-larut. Tuhan benar-benar menguji saya dalam ke-Imanan seiring berjalannya waktu saya menjadi seperti saat ini, menjadi seorang pria yang telah berkepala dua.

Saya terlahir dari keluarga dan masyarakat yang beragama Islam hampir 100%, disebuah kampung bernama Pagedangan yang kala itu masuk Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang. Seperti kebanyakan anak-anak yang terlahir di tahun 90an, pendidikan sudah dianggap menjadi dasar yang penting bagi orang tua. Kebetulan bapak saya seorang Guru SD dan SMP(saat itu, sekarang beliau cuma aktif di SD) jadi beliau sangat sadar akan pentingnya pendidikan hingga beliau tidak merokok dirumah. Sedangkan ibu saya adalah mantan Santri ketika masa sekolahnya yang membuatnya terkadang menjadi guru ngaji, juga ketika hari besar seperti Idul Adha atau Idul Fitri serta bulan puasa beliau sering menjadi imam dan khotib untuk musola khusus wanita di kampung.

Atas dasar itulah di umur saya yang ke 4 mereka mulai memasukan saya pada jenjang pendidikan TK Islami. Saya tidak begitu ingat apa yang terjadi kala itu, yang saya ingat adalah saya di ajarkan huruf arab(setelah saya sadar beberapa tahun kemudian) namun lebih suka keluar kelas lalu bermain-main karena saya punya masalah menulis dan membaca di bandingkan anak lain yang membuat saya tidak tertarik terhadap kegiatan kelas. Seminggu kemudian saya minta D.O dari TK kepada ibu. Hahaha, hari itu saya masih ingat ketika pagi dimana ibu memandikan saya untuk bersiap berangkat ke TK, saya berkata “Mah, abi gak mau kesana”. Abi atau Ebi adalah nama kecil saya, saya di panggil ebi dikarenakan saya lahir ketika usia kehamilan ibu baru 8 bulan, yang membuat saya ketika lahir terlihat kecil seperti udang kering disbanding bayi lainnya. Sedangkan kenapa saya bilang “gak mau kesana” sebab saya belum tau sama sekali saat itu tempat itu adalah sekolah.

Mendengar saya berkata seperti itu ibu seingat saya terlihat sedih, tapi akhirnya menyetujuinya. Jadilah saya terlihat lebih terlambat dalam hal apapun di bandingkan anak seusia saya lainnya. Mereka sudah bisa menulis dan mengaji(membaca) sedangkan saya tidak bisa apa-apa. Jadi bahan bully keluarga besarpun sering saya alami, saya selalu dibanding-bandingkan dengan sepupu saya yang seumuran yang sudah mahir membaca dan menulis.

Well, itu memang masa yang berat. Kau sudah dianggap pecundang sejak kecil memang menyakitkan. Ibu dan Bapa akhirnya mulai mengajari saya dasar-dasar pemahaman agama. Ibu saya mengajarkan mengaji, sedang bapa mengajarkan solat dan ke-Tuhanan. Disitulah saya mengenal Tuhan dengan nama Allah. Bapa mengajarkan bahwa segala hal adalah ciptaan Allah, termasuk saya. Mulai membicarakan Manusia yang di ciptakan dari tanah yang membuat saya bingung tak terbayangkan. Tapi setidaknya saya mengenal Tuhan, walau konsep ke-Tuhanan itu sungguh tak bisa saya mengerti kala itu(sampai hari ini sebenarnya). Seperti dimana Allah? Allah itu laki-laki atau perempuan?, dll. Syukurlah Bapa selalu menjawab sebisanya.
Saya memang tertarik pada konsep ke-Tuhanan dan penciptaan segala hal. Tapi entah mengapa ngaji dan solat saya tidak tertarik sama sekali saat itu. Saat itu ibu mengajarkan ngaji dengan hanya menyuruh saya mengulang perkataannya. Misal ibu bilang “Bissmillah” saya mengulanginya. Tapi itu tidak menarik sama sekali, saya hanya ingin cerita tentang Allah yang maha kuasa itu. Hingga suatu malam selepas mahgrib dimana saat saya tidak mau mengulangi apa yang di ucapkan ibu ketika mengaji bapa saya yang mengawasi menjadi marah dan lalu mengurung saya di kamar sendirian tanpa lampu menyala. Saya menangis, bapa terus mengomeli dari luar kamar seraya berteriak “Kalo mau dikeluarin dari kamar harus mau ngaji”. Saya pun menyetujuinya secara terpaksa, dari dalam hati saya kala itu ada kebencian terhadap hal-hal bernama ngaji itu.

Well mungkin sekian dulu curhatan ini, jika yang kuasa masih memberi waktu hidup di dunia kepada saya, saya akan melanjutkanya. Bersambung….